I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Agama Islam
dengan segala sumber-sumber ajarannya diyakini dapat menjamin terwujudnya
kehidupan manusia yang sejahtera baik lahir maupun batin. Di dalamnya terdapat
berbagai petunjuk bagaimana seharusnya manusia menyikapi hidup ini secara lebih
bermakna dalam arti yang seluas-luasnya. Akibat dari perkembangan zaman, agama
dituntut agar ikut terkibat secara aktif di dalam memecahkan setiap permasalahan
yang dihadapi manusia.
Agama tidak
hanya dipelajari melalui simbol-simbol keagamaan yang hanya membicarakan
halal-haram atau boleh-tidak, melainkan mempelajari makna terdalam dari simbol-simbol
keagamaan untuk mendapatkan hakikat yang sebenarnya dari apa yang ingin
disampaikan Tuhan kepada hambaNya. Dengan ini memahami studi keIslaman sangat
penting ditinjau dari berbagai pendekatan, baik pendekatan yang berifat
teologi-normatif, sosiologi, psikologi, antropologi atau bahkan filosofi.
Pendekatan filosofis dalam memahami studi Islam
merupakan cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu.
Selanjutnya filsafat ini digunakan dalam memahami dan mempelajari agama Islam,
baik simbol-simbol keagamaannya maupun nilai-nilai yang terkandung dalam
ajarannya dan tidak dibatasi dari sesuatu yang membatasinya. Di samping itu,
pendekatan filosofi ini sangat penting digunakan dalam studi Islam karena dapat
membantu dalam memahami teks-teks al-qur’an dan hadist Nabi saw.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Mengapa
pendekatan filsafat perlu didekati dan dipakai dalam mengkaji agama Islam?
2.
Apa saja peran
filsafat terhadap kajian pemahaman ajaran agama Islam?
II.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendekatan Filsafat
Secara bahasa
kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani “Philosopia” yang terdiri dari dau
kata yaitu philos dan Sophia. Philos berarti “cinta” dalam arti
yang seluas-luasnya, yaitu ingin dan karena keinginannya itu selalu berusaha
mencapainya. Sedangkan Sophia berarti “kebijaksanaan”. Bijaksana berarti
pandai artinya mengerti dengan mendalam. Dengan demikian dari segi bahasa
berdasarkan bahasa Yunani, filsafat yaitu ingin mengerti dengan mendalam atau
cnita kepada kebijaksanaan.[1]
Dari segi
bahasa Arab dikenal dengan kata “hikmah atau hakim”. Kata ini bisa
diterjemahkan dengan arti “filsafat dan filosofi”. Kata hukamul Islam bisa
diartikan falasifatul Islam. Sedang hikmah itu sendiri diartikan sebagai
perkara tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia dengan melalui alat-alat
tertentu yaitu akal dan metode-metode berfikirnya.[2]
Dalam kamus
besar bahasa Indonesia, filsafat diartikan sebagai oengetahuan dan penyelidikan
dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hokum dan sebagainya terhadap
segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti “adanya”
sesuatu.[3]
Dari segi
terminologis, filsafat mempunyai pengertian yang bermacam-macam namun
intisarinya relatif sama. Di antaranya yaitu Louis O. Kattasof mengatakan bahwa
kegiatan kefilsafatan adalah merenung, radikal, sistematik dan universal.[4]
Sedangkan menurut Harun Nasution dalam bukunya “Falasah Agama” mengartikan
filsafat dengan arti berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak
terikat pada tradisi, dogma serta agama) dengan sedalam-dalamnya sehingga
sampai kepada dasar-dasar persoalan.[5]
Pengertian filsafat yang sangat populer adalah menurut Sidi
Gazalba, menurutnya bahwa filsafat adalah berfikir secara mendalam,
sistematik, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah,
atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada. Berfikir secara mendalam artinya
berfikir tentang segala sesuatu secara tuntas hingga benar-benar hasil
pikirannya itu sulit untuk dibantah begitu saja. Pikiran tersebut dihasilkan
melalui proses panjang dengan merenung, melihat, membandingkan, membaca
berbagai literatur, mengujinya kembali hingga benar-benar kukuh dan mendalam.
Berfikir secara sistematik artinya adalah berfikir secara teratur, tidak
melompat-lompat, menggunakan kaidah dan aturan berfikir sebagaimana diatur
dalam ilmu mantik, yaitu suatu ilmu yang memandu jalan pikiran seseorang agar
tidak sampai terjerumus dalam pikiran yang keliru, tersesat dan menyesatkan
orang lain. Selanjutnya berfikir secara radikal adalah berfikir hingga sampai
kepada akar-akarnya yang paling dalam dan tidak terhalang oleh sesutau apapun
kecuali kebenaran yang mutlak yang datang dari Tuhan. Berfikir secara
spekulatif adalah berfikir yang menerawang jauh ke depan, menggunakan akal
pikiran dengan seluas-luasnya, merenung, bertafakur, kontemplasi, menyendiri
dalam keheningan jiwa, akal, waktu dan tempat. Adapun berfikir secara universal
yaitu berfikir yang menyeluruh yang tidak dibatasi oleh hal-hal yang bersifat
particular.[6]
Berkaitan
dengan ini, al-Syaibani berpendapat bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri
melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha untuk mendapatkannya, memusatkan
perhatian kepadanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Dengan demikian,
maka filsafat dapat juga berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan
sebab dan akibat, serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.[7]
Dari berbagai
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa definisi filsafat secara umu yaitu
sebagai aktivitas berfikir murni atau kegiatan berfikir dalam usaha untuk
mengerti dan memahami serta mendalami segala sesuatu yang ada di dunia, baik
yang berkaitan dengan masalah ontologis (sumber segala sesuatu), aksiologis
(berkaitan dengan nilai sesuatu), etika, estetitika, ilmu pengetahuan dan alam
semesta dengan segala isinya.
Berfikir
secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran
agama (Islam) dengan maksud agar hikmah, hakikat, atau inti dari ajaran
tersebut dapat mengerti dan dipahami secara seksama. Berfikir secara filsafat
inilah yang disebut sebagai metode pendekatan filsafat dalam mengkaji studi Islam.
Melalui pendekatan ini, seseorang tidak akan terjebak pada pengalaman agama
yang bersifat formalistik yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi tidak
memilki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang mereka dapatkan dari pengalaman
agama tersebut hanyalah pengakuan formalistik, misalnya sudah haji dan sudah
menunaikan rukun Islam yang kelima dan berhenti sampai di sana, mereka tidak
dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya.[8]
Menurut
penulis pendekatan filosofis adalah cara pandang atau paradigma yang bertujuan
untuk menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di
balik objek formanya. Dengan kata lain, pendekatan filosofis adalah upaya sadar
yang dilakukan untuk menjelaskan apa dibalik sesuatu yang nampak. Jika
dihadapkan dengan Islam, maka sesuatu yang dikaji dalam pendekatan filsafat
adalah mengenai segala ajaran-ajarannya. Selain untuk mencari, menjelaskan dan
menemukan inti atau hakikat dari apa yang diajarkan agama Islam, tujuan lain
pendekatan filsafat dalam Islam adalah sebagai pisau analisis dari setiap
permasalahan dan gejala-gejala yang timbul akibat dari pengaruh ajaran agama
tersebut.
Pendekatan
filsafat dalam penelitian agama Islam tidak bisa dilepaskan dari wahyu.
Al-Qur’an bukan karya filosofis baik dari prilaku maupun ajarannya. Namun,
Allah menyampaikan wahyunya melalui al-Qur’an untuk mengingatkan kembali kepada
kita akan kebenaran-kebenaran tentang Tuhan dalam hubungannya dengan manusia,
tentang hidup di dunia dan di akhirat, mengutip cerita-cerita lama, menjanjikan
imbalan atau hukuman atas setiap perbuatan manusia. Tetapi di samping kebenaran-kebenaran
keagamaan, al-Qur’an pun memuat unsur-unsur kefilsafatan artinya
pernyataan-pernyataan yang memberikan bahan untuk direnungkan tentang Tuhan,
penciptaan, alam semesta, manusia, takdir dan lain sebagainya.[9]
B.
Karakterisitik
Pendekatan Filsafat
Jhon
Hick menyatakan bahwa pemikiran filosofis mengenai agama bukan merupakan cabang
teologi atau studi-studi keagamaan, melainkan sebagai cabang filsafat.Dengan
demikian filsafat agama merupakan suatu “aktivitas keteraturan kedua” yang
menggunakan perangkat-perangkat filsafat bagi agama dan pemikiran keagamaan.
Pernyataan Hick memberikan suatu cara yang menarik kepada kita dalam membahas
apa gambaran karakteristik pendekatan filosofis. Pada umumnya kita dapat
menyatakan pendekatan-pendekatan filosofis memiliki empat cabang:[10]
1.
Logika
Berasal
dari bahasa Yunani logos, secara literal logika berarti “pemikiran atau akal”,
logika adalah seni argumen rasional dan koheren.
Logika merasuk ke seluruh proses berargumentasi dengan seseorang menjadikannya
lebih cermat dan meningkat proses tersebut. Semua argumen memiliki titik
pangkal, argumen-argumen itu memerlukan pernyataan pembuka untuk memulai. Dalam
logika, pernyataan pembuka ini disebut premis. Sedangkan premis adalah apa yang
mengawali suatu argumentasi. Jika di antara premis-premis tersebut saling
berkaitan, maka kesimpulan akhir yang dijadikan argumentasi dapat diterima secara
rasional. Namun sebaliknya, jika premis-premis tersebut tidak saling berkaitan
maka kesimpulan akhir tidak dapat diterima untuk dijadikan argumentasi suatu
pernyataan.
2.
Metafisika
Metafisika
terkait dengan hal yang paling dasar, pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang
kehidupan, eksistensi, dan watak ada (being) itu sendiri, secara literal
metafisika berarti kehidupan, alam, dan segala hal.
Dengan kata lain
metafisika mempertanyakan eksistensi dari sesuatu. hal ini diterapkan dalam
pendekatan filosofis terhadap agama, yang dengan sendirinya berkaitan misalnya
dengan pertanyaan-pertanyaan ontologism (studi tentang ada atau eksistensi,
termasuk eksistensi Tuhan), pertanyaan-pertanyaan kosmologis (argumen-argumen
yang terkait dengan asal usul dan tujuan dunia, termasuk pengaruh yang
ditimbulkan oleh ilmu) dan pertanyaan-pertanyaan tentang humanitas (watak dan
status manusia dan komunitas manusia, termasuk watak subjektivitas).
3.
Epistimologi
Epitemologi
menitikberatkan pada apa yang dapat kita ketahui, dan bagaimana kita
mengetahui. Epistemologi memberi perhatian pada pengetahuan dan bagaimana kita
memperolehnya. Tugas epistemologi adalah menemukan bagaimana pengetahuan
berbeda dari keyakinan dan pendapat.
4.
Etika
Secara harfiah
etika berarti studi tentang “perilaku” atau studi dan penyelidikan tentang
nilai-nilai yang dengannya kita hidup, yang mengatur cara kita hidup dengan
lainnya, dalam satu komunitas lokal, komunitas nasional, maupun komunitas
global internasional. Etika menitikberatkan perhatian pada
pertanyaan-pertanyaan tentang kewajiban, keadilan, cinta, dan kebaikan.Dan
dalam etika sebagai concern general, muncul perhatian pada praktik-praktik
partikular dalam masyarakat, maka kita memiliki perhatian khusus pada etika
bisnis, etika medis, etika kerja, dan etika politik. Semua itu kadang disebut
sebagai persoalan yang termasuk dalam etika terapan dengan kata lain ia
menerapkan ide-ide, teori-teori, dan prinsip-prinsip etika general pada
wilayah-wilayah partikular, dan spesifik dalam kehidupan dan kerja manusia.
C.
Peran
Pendekatan Filsafat terhadap Agama Islam
Menurut Suseno
Franz Magnis, terdapat 4 peran filsafat terhadap kajian agama Islam, yaitu:
1.
Salah satu
masalah yang sedang dihadapi agama (khusnya Islam) adalah masalah
interprestasi. Maksudnya, teks wahyu yang merupakan sabda Allah SWT selalu dan
dengan sendirinya terumus dalam bahasa, akan tetapi segenap makna dan arti
bahasa manusia tidak akan pernah seratus persen pasti, hampir dalam satu
kalimat ada kemungkinan salah tafsir. Misalnya dalam ijma’ dan qiyas
merupakan usaha manusia untuk memadukan antara wahyu dan akal. Oleh karenanya,
filsafat adalah seni pemakaian nalar secara tepat dan bertanggung jawab
sehingga filsafat dapat membantu agama dalam memastikan wahyunya untuk manusia.[11]
2.
Fisafat
berperan sebagai alat untuk mensistemasikan, membetulkan dan memastikan ajran-ajaran
dalam studi Islam yang bersifat teologi. Misalnya, masalah eksistensi Allah dan
kebebasan manusia hanya dapat dibahas dengan memakai cara pendekatan filsafat.[12]
3.
Filsafat dapat
membantu agama dalam menghadapi masalah-masalah yang pada waktu wahyu diturunkan
belum ada dan tidak dibicarakan secara langsung dalam wahyu. Seperti bayi
tabung dan pencakokan ginjal yang menuntut wahyu untuk mengambil istinbath
hukum terhadpanya.[13]
4.
Filsafat juga
berfungsi untuk mengkritisi terhadap kajian agama Islam terutama yang
berhubungan dengan ideologi. Agama sebaiknya menghadapi ideologi-ideologi
saingan dengan tidak secara dogmatis belaka, melainkan harus mendasarkan pada
argumentasi yang obyektif dan dapat dimengerti orang yang mengakjinya. Maka
fisafat membantu pembaharuan agama Islam yang berhadapan dengan
tantangan-tantangan zaman.[14]
Menurut pemakalah, secara garis
besar terdapat 2 peran pendekatan filsafat dalam mengkaji agama Islam. Pertama,
filsafat berperan sebagai pelayan agama. Di sini peran filsafat hanya
menjelaskan tanpa menganalisis dan mengkritisi ajaran-ajaran agama Islam yang
terkandung dalam teks tersebut. Misalnya, ajaran-ajaran Islam yang bersifat
ibadah-ibadah mahdah seperti sholat, zakat dan lain sebagainya. Kedua,
filsafat berperan sebagai alat analisis agama bertugas untuk menganalisis dan
mengkritisi terhadap ajaran-ajaran yang terbentuk akibat dari hasil
interprestasi terhadap teks-teks al-Qur’an dan hadits. Ini berarti adanya
keterkaitan antara dalil-dalil naql dengan akal pikiran manusia. Seperti
contoh dalam masalah jinayah yaitu tentang hukuman bagi pencuri,, pembunuh,
pezina dan lain sebagainya.
D.
Contoh
Pendekatan Filsafat dalam Memahami Islam
Contoh pendekatan filsafat sebagai pelayan agama
yakni penjelas terhadap teks-teks ajaran agama Islam, misalnya mengajarkan agar
melaksanakan salat berjama’ah. Tujuannya antara lain agar seseorang merasakan
hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain. Menyatukan rasa
kebersamaan di tengah-tengah masyarakat. Contoh lain yaitu dengan mengerjakan
puasa misalnya agar seseorang dapat merasakan lapar yang selanjutnya
menimbulkan rasa iba kepada sesamanya yang hidup serba kekurangan.
Selanjutnya,
contoh peran filsafat sebagai pisau analisis yang konstruktif yakni
menganalisis dan mengkritisi ajaran-ajaran Islam yang terdapat dalam suatu
teks-teks al-Qur’an dan hadits. Tujuannya, untuk menemukan inti, hakikat dan
makna yang terkandung di dalamnya. Ajaran agama Islam bisa kita dapatkan dalam
kehidupan sehari-hari seperti permasalahan jinayah yaitu pencurian.
Dalam teks
al-Qur’an terdapat pembahasan mengenai hukum pencurian dalam surat al-Maidah
ayat 38.
Dalam teks-
tersebut bahwa pencuri haruslah diberi hukuman potong tangan. Namun, jika kita
kaji lebih dalam lagi dengan menggunakan pendekatan filsafat, maka akan tampak
makna, inti, dan nilai yang terkandung dalam teks tersebut. Nilai moral yang
diinginkan teks potong tangan bagi seorang pencuri adalah menghilangkan fungsi
tangan. Kita kaitkan pada kehidupan kita bahwa fungsi tangan adalah untuk
mencari dan menghasilkan nafkah. Jika dengan potonga tangan seseorang tidak
dapat bekerja dan menghasilakn nafkah, maka sama hal nya ketika kita mengganti
hukuman potong tangan dengan penjara.
Metodelogi ini
dikatakan sebagai qiyas yakni penyamaan suatu hukum akibat dari adanya ‘ilat
yang sama. Metodologi ini dilakukan dengan langkah-langkah pemikiran filsafat,
di mana akal pikiran merupakan cara untuk menemukan hukum yang belum ada dalam
al-Qur’an atau hadist nabi Muhammad saw.
III.
KESIMPULAN
Pendekatan
filosofis adalah cara pandang atau paradigma yang bertujuan untuk menjelaskan
inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek
formanya. Jika obyek formanya berupa ajaran-ajaran agama Islam, maka pendekatan
filosofis digunakan untuk menganalisis dan mengkritisi ajaran-ajaran yang
merupakan interprestasi terhadap teks-teks al-Qur’an dan hadist.
Sedangkan
mengenai karakteristik pendekatan filosofis di mana agama Islam menjadi
obyeknya, yaitu pertama berfikir logis dan sistematis yang didasari oleh
argumentasi yang kuat. Kedua, metafisika terkait dengan hal yang paling
dasar, pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang kehidupan, eksistensi, dan
watak ada (being) itu. Ketiga, Epitemologi menitikberatkan pada apa yang
dapat kita ketahui, dan bagaimana kita mengetahui. Keempat, etika
berarti studi tentang “perilaku” atau studi dan penyelidikan tentang
nilai-nilai yang dengannya kita hidup.
Secara
garis besar terdapa dua peran filsafat terhadap agama islam yaitu sebagai pelayan
agama bertugas untuk menjelaskan ajaran-ajaran agama islam tanpa mengkritisinya,
serta sebagai pisau analisis untuk mengkritisi setiap ajaran-ajaran keislaman
yang hidup ditengah-tengah masyarakat akibat dari adanya hasil interprestasi
teks-teks al-Qur’an dan hadist.
DAFTAR PUSTAKA
al-Syaibani,
Omar Muhammad ak-Toumy. Falsafah Pendidikan Islam (terj.) Hasan
Langgulung dari judul asli Filsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah. Cet I.
1979. Jakarta: Bulan Bintang.
Anshori,
Endang Saifuddin. Kuliah Islam; Pendidikan Islam di Perguruan Tinggi.
1980. Bandung: Pustaka Sleman ITB.
Gazalba,
Sidi. Sistematika Filsafat Jilid I. Cet II. 1967. Jakarta: Bulan Bintang.
Hanafi,
Ahmad. Pengantar Fisafat Islam. 1990. Jakarta: Bulan Bintang.
J.S.
Poewardaminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet XII. 1991. Jakarta:
Balai Pustaka.
Louis
O Kattasof. Pengantar Filsafat (terj.). Soejono Soemargono dari judul
asli Element of Philosophy. Cet IV. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Nasution,
Harun. Falsafat Agama. 1973.Jakarta: Bulan Bintang.
Nata,
Abuddin. Metodologi Studi Islam. 2009. Jakarta: Rajawali Press.
[1] Endang Saifuddin Anshori. Kuliah Islam; Pendidikan Islam di
Perguruan Tinggi. 1980. Bandung: Pustaka Sleman ITB. Hal: 13.
[2] Ahmad Hanafi. Pengantar Fisafat Islam. 1990. Jakarta: bulan
Bintang. Hal: 3
[3] J.S. Poewardaminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet XII.
1991. Jakarta/; Balai Pustaka. Hlm:280.
[4] Louis O Kattasof. Pengantar Filsafat (terj.). Soejono
Soemargono dari judul asli Element of Philosophy. Cet IV. Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya. Hlm: 6
[5] Harun Nasution. Falsafat Agama. 1973.Jakarta: Bulan Bintang.
Hal: 3
[6] Sidi Gazalba. Sistematika Filsafat. Jilid I. Cet II. 1967.
Jakarta: Bulan BIntang. Hlm: 15
[7] Omar Muhammad ak-Toumy
al-Syaibani. Falsafah Pendidikan Islam
(terj.) Hasan Langgulung dari judul asli Filsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah.
Cet I. 1979. Jakarta: Bulan Bintang. Hlm: 25.
[8] Abuddin Nata. Metodologi Studi Islam. 2009. Jakarta:
Rajawali Press. Hlm: 43-45.
[9] Juhaya, S. Praja. Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam.
2002. Jakarta: Teraju. Hlm: 44
[10] Jhon Hick.
[11] Suseno Franz Magnis. Harun Nasution dan SUmbangan Filsafat di
Indonesia. Edt. Abdul Halim. 2011. Jakarta: Ciputat Press. Hlm: 134-135
[12] Ibid,.. hlm: 135
[13] Ibid,.. hlm: 135-136
[14] Ibid,.. hlm: 136-137
No comments:
Post a Comment