Wednesday 25 February 2015

PENDEKATAN FILSAFAT DALAM STUDI ISLAM


I.         PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Agama Islam dengan segala sumber-sumber ajarannya diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera baik lahir maupun batin. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk bagaimana seharusnya manusia menyikapi hidup ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-luasnya. Akibat dari perkembangan zaman, agama dituntut agar ikut terkibat secara aktif di dalam memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi manusia.
Agama tidak hanya dipelajari melalui simbol-simbol keagamaan yang hanya membicarakan halal-haram atau boleh-tidak, melainkan mempelajari makna terdalam dari simbol-simbol keagamaan untuk mendapatkan hakikat yang sebenarnya dari apa yang ingin disampaikan Tuhan kepada hambaNya. Dengan ini memahami studi keIslaman sangat penting ditinjau dari berbagai pendekatan, baik pendekatan yang berifat teologi-normatif, sosiologi, psikologi, antropologi atau bahkan filosofi.
 Pendekatan filosofis dalam memahami studi Islam merupakan cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu. Selanjutnya filsafat ini digunakan dalam memahami dan mempelajari agama Islam, baik simbol-simbol keagamaannya maupun nilai-nilai yang terkandung dalam ajarannya dan tidak dibatasi dari sesuatu yang membatasinya. Di samping itu, pendekatan filosofi ini sangat penting digunakan dalam studi Islam karena dapat membantu dalam memahami teks-teks al-qur’an dan hadist Nabi saw.
B.     Rumusan Masalah
1.      Mengapa pendekatan filsafat perlu didekati dan dipakai dalam mengkaji agama Islam?
2.      Apa saja peran filsafat terhadap kajian pemahaman ajaran agama Islam?

II.      PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendekatan Filsafat
Secara bahasa kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani “Philosopia” yang terdiri dari dau kata yaitu philos dan Sophia. Philos berarti “cinta” dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin dan karena keinginannya itu selalu berusaha mencapainya. Sedangkan Sophia berarti “kebijaksanaan”. Bijaksana berarti pandai artinya mengerti dengan mendalam. Dengan demikian dari segi bahasa berdasarkan bahasa Yunani, filsafat yaitu ingin mengerti dengan mendalam atau cnita kepada kebijaksanaan.[1]
Dari segi bahasa Arab dikenal dengan kata “hikmah atau hakim”. Kata ini bisa diterjemahkan dengan arti “filsafat dan filosofi”. Kata hukamul Islam bisa diartikan falasifatul Islam. Sedang hikmah itu sendiri diartikan sebagai perkara tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia dengan melalui alat-alat tertentu yaitu akal dan metode-metode berfikirnya.[2]
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, filsafat diartikan sebagai oengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas, hokum dan sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta ataupun mengenai kebenaran dan arti “adanya” sesuatu.[3]
Dari segi terminologis, filsafat mempunyai pengertian yang bermacam-macam namun intisarinya relatif sama. Di antaranya yaitu Louis O. Kattasof mengatakan bahwa kegiatan kefilsafatan adalah merenung, radikal, sistematik dan universal.[4] Sedangkan menurut Harun Nasution dalam bukunya “Falasah Agama” mengartikan filsafat dengan arti berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai kepada dasar-dasar persoalan.[5]
Pengertian filsafat yang sangat populer adalah menurut Sidi Gazalba, menurutnya bahwa filsafat adalah berfikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah, atau hakikat mengenai segala sesuatu yang ada. Berfikir secara mendalam artinya berfikir tentang segala sesuatu secara tuntas hingga benar-benar hasil pikirannya itu sulit untuk dibantah begitu saja. Pikiran tersebut dihasilkan melalui proses panjang dengan merenung, melihat, membandingkan, membaca berbagai literatur, mengujinya kembali hingga benar-benar kukuh dan mendalam. Berfikir secara sistematik artinya adalah berfikir secara teratur, tidak melompat-lompat, menggunakan kaidah dan aturan berfikir sebagaimana diatur dalam ilmu mantik, yaitu suatu ilmu yang memandu jalan pikiran seseorang agar tidak sampai terjerumus dalam pikiran yang keliru, tersesat dan menyesatkan orang lain. Selanjutnya berfikir secara radikal adalah berfikir hingga sampai kepada akar-akarnya yang paling dalam dan tidak terhalang oleh sesutau apapun kecuali kebenaran yang mutlak yang datang dari Tuhan. Berfikir secara spekulatif adalah berfikir yang menerawang jauh ke depan, menggunakan akal pikiran dengan seluas-luasnya, merenung, bertafakur, kontemplasi, menyendiri dalam keheningan jiwa, akal, waktu dan tempat. Adapun berfikir secara universal yaitu berfikir yang menyeluruh yang tidak dibatasi oleh hal-hal yang bersifat particular.[6]
Berkaitan dengan ini, al-Syaibani berpendapat bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha untuk mendapatkannya, memusatkan perhatian kepadanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Dengan demikian, maka filsafat dapat juga berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.[7]
Dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa definisi filsafat secara umu yaitu sebagai aktivitas berfikir murni atau kegiatan berfikir dalam usaha untuk mengerti dan memahami serta mendalami segala sesuatu yang ada di dunia, baik yang berkaitan dengan masalah ontologis (sumber segala sesuatu), aksiologis (berkaitan dengan nilai sesuatu), etika, estetitika, ilmu pengetahuan dan alam semesta dengan segala isinya.
Berfikir secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama (Islam) dengan maksud agar hikmah, hakikat, atau inti dari ajaran tersebut dapat mengerti dan dipahami secara seksama. Berfikir secara filsafat inilah yang disebut sebagai metode pendekatan filsafat dalam mengkaji studi Islam. Melalui pendekatan ini, seseorang tidak akan terjebak pada pengalaman agama yang bersifat formalistik yakni mengamalkan agama dengan susah payah tapi tidak memilki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang mereka dapatkan dari pengalaman agama tersebut hanyalah pengakuan formalistik, misalnya sudah haji dan sudah menunaikan rukun Islam yang kelima dan berhenti sampai di sana, mereka tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya.[8]
Menurut penulis pendekatan filosofis adalah cara pandang atau paradigma yang bertujuan untuk menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya. Dengan kata lain, pendekatan filosofis adalah upaya sadar yang dilakukan untuk menjelaskan apa dibalik sesuatu yang nampak. Jika dihadapkan dengan Islam, maka sesuatu yang dikaji dalam pendekatan filsafat adalah mengenai segala ajaran-ajarannya. Selain untuk mencari, menjelaskan dan menemukan inti atau hakikat dari apa yang diajarkan agama Islam, tujuan lain pendekatan filsafat dalam Islam adalah sebagai pisau analisis dari setiap permasalahan dan gejala-gejala yang timbul akibat dari pengaruh ajaran agama tersebut.
Pendekatan filsafat dalam penelitian agama Islam tidak bisa dilepaskan dari wahyu. Al-Qur’an bukan karya filosofis baik dari prilaku maupun ajarannya. Namun, Allah menyampaikan wahyunya melalui al-Qur’an untuk mengingatkan kembali kepada kita akan kebenaran-kebenaran tentang Tuhan dalam hubungannya dengan manusia, tentang hidup di dunia dan di akhirat, mengutip cerita-cerita lama, menjanjikan imbalan atau hukuman atas setiap perbuatan manusia. Tetapi di samping kebenaran-kebenaran keagamaan, al-Qur’an pun memuat unsur-unsur kefilsafatan artinya pernyataan-pernyataan yang memberikan bahan untuk direnungkan tentang Tuhan, penciptaan, alam semesta, manusia, takdir dan lain sebagainya.[9]
B.     Karakterisitik Pendekatan Filsafat
Jhon Hick menyatakan bahwa pemikiran filosofis mengenai agama bukan merupakan cabang teologi atau studi-studi keagamaan, melainkan sebagai cabang filsafat.Dengan demikian filsafat agama merupakan suatu “aktivitas keteraturan kedua” yang menggunakan perangkat-perangkat filsafat bagi agama dan pemikiran keagamaan. Pernyataan Hick memberikan suatu cara yang menarik kepada kita dalam membahas apa gambaran karakteristik pendekatan filosofis. Pada umumnya kita dapat menyatakan pendekatan-pendekatan filosofis memiliki empat cabang:[10]
1.   Logika
Berasal dari bahasa Yunani logos, secara literal logika berarti “pemikiran atau akal”, logika adalah seni argumen rasional dan koheren. Logika merasuk ke seluruh proses berargumentasi dengan seseorang menjadikannya lebih cermat dan meningkat proses tersebut. Semua argumen memiliki titik pangkal, argumen-argumen itu memerlukan pernyataan pembuka untuk memulai. Dalam logika, pernyataan pembuka ini disebut premis. Sedangkan premis adalah apa yang mengawali suatu argumentasi. Jika di antara premis-premis tersebut saling berkaitan, maka kesimpulan akhir yang dijadikan argumentasi dapat diterima secara rasional. Namun sebaliknya, jika premis-premis tersebut tidak saling berkaitan maka kesimpulan akhir tidak dapat diterima untuk dijadikan argumentasi suatu pernyataan.
2.      Metafisika
Metafisika terkait dengan hal yang paling dasar, pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang kehidupan, eksistensi, dan watak ada (being) itu sendiri, secara literal metafisika berarti kehidupan, alam, dan segala hal.
Dengan kata lain metafisika mempertanyakan eksistensi dari sesuatu. hal ini diterapkan dalam pendekatan filosofis terhadap agama, yang dengan sendirinya berkaitan misalnya dengan pertanyaan-pertanyaan ontologism (studi tentang ada atau eksistensi, termasuk eksistensi Tuhan), pertanyaan-pertanyaan kosmologis (argumen-argumen yang terkait dengan asal usul dan tujuan dunia, termasuk pengaruh yang ditimbulkan oleh ilmu) dan pertanyaan-pertanyaan tentang humanitas (watak dan status manusia dan komunitas manusia, termasuk watak subjektivitas).
3.      Epistimologi
Epitemologi menitikberatkan pada apa yang dapat kita ketahui, dan bagaimana kita mengetahui. Epistemologi memberi perhatian pada pengetahuan dan bagaimana kita memperolehnya. Tugas epistemologi adalah menemukan bagaimana pengetahuan berbeda dari keyakinan dan pendapat.
4.      Etika
Secara harfiah etika berarti studi tentang “perilaku” atau studi dan penyelidikan tentang nilai-nilai yang dengannya kita hidup, yang mengatur cara kita hidup dengan lainnya, dalam satu komunitas lokal, komunitas nasional, maupun komunitas global internasional. Etika menitikberatkan perhatian pada pertanyaan-pertanyaan tentang kewajiban, keadilan, cinta, dan kebaikan.Dan dalam etika sebagai concern general, muncul perhatian pada praktik-praktik partikular dalam masyarakat, maka kita memiliki perhatian khusus pada etika bisnis, etika medis, etika kerja, dan etika politik. Semua itu kadang disebut sebagai persoalan yang termasuk dalam etika terapan dengan kata lain ia menerapkan ide-ide, teori-teori, dan prinsip-prinsip etika general pada wilayah-wilayah partikular, dan spesifik dalam kehidupan dan kerja manusia.
C.    Peran Pendekatan Filsafat terhadap Agama Islam
Menurut Suseno Franz Magnis, terdapat 4 peran filsafat terhadap kajian agama Islam, yaitu:
1.      Salah satu masalah yang sedang dihadapi agama (khusnya Islam) adalah masalah interprestasi. Maksudnya, teks wahyu yang merupakan sabda Allah SWT selalu dan dengan sendirinya terumus dalam bahasa, akan tetapi segenap makna dan arti bahasa manusia tidak akan pernah seratus persen pasti, hampir dalam satu kalimat ada kemungkinan salah tafsir. Misalnya dalam ijma’ dan qiyas merupakan usaha manusia untuk memadukan antara wahyu dan akal. Oleh karenanya, filsafat adalah seni pemakaian nalar secara tepat dan bertanggung jawab sehingga filsafat dapat membantu agama dalam memastikan wahyunya untuk manusia.[11]
2.      Fisafat berperan sebagai alat untuk mensistemasikan, membetulkan dan memastikan ajran-ajaran dalam studi Islam yang bersifat teologi. Misalnya, masalah eksistensi Allah dan kebebasan manusia hanya dapat dibahas dengan memakai cara pendekatan filsafat.[12]
3.      Filsafat dapat membantu agama dalam menghadapi masalah-masalah yang pada waktu wahyu diturunkan belum ada dan tidak dibicarakan secara langsung dalam wahyu. Seperti bayi tabung dan pencakokan ginjal yang menuntut wahyu untuk mengambil istinbath hukum terhadpanya.[13]
4.      Filsafat juga berfungsi untuk mengkritisi terhadap kajian agama Islam terutama yang berhubungan dengan ideologi. Agama sebaiknya menghadapi ideologi-ideologi saingan dengan tidak secara dogmatis belaka, melainkan harus mendasarkan pada argumentasi yang obyektif dan dapat dimengerti orang yang mengakjinya. Maka fisafat membantu pembaharuan agama Islam yang berhadapan dengan tantangan-tantangan zaman.[14]
Menurut pemakalah, secara garis besar terdapat 2 peran pendekatan filsafat dalam mengkaji agama Islam. Pertama, filsafat berperan sebagai pelayan agama. Di sini peran filsafat hanya menjelaskan tanpa menganalisis dan mengkritisi ajaran-ajaran agama Islam yang terkandung dalam teks tersebut. Misalnya, ajaran-ajaran Islam yang bersifat ibadah-ibadah mahdah seperti sholat, zakat dan lain sebagainya. Kedua, filsafat berperan sebagai alat analisis agama bertugas untuk menganalisis dan mengkritisi terhadap ajaran-ajaran yang terbentuk akibat dari hasil interprestasi terhadap teks-teks al-Qur’an dan hadits. Ini berarti adanya keterkaitan antara dalil-dalil naql dengan akal pikiran manusia. Seperti contoh dalam masalah jinayah yaitu tentang hukuman bagi pencuri,, pembunuh, pezina dan lain sebagainya.
D.    Contoh Pendekatan Filsafat dalam Memahami Islam
Contoh pendekatan filsafat sebagai pelayan agama yakni penjelas terhadap teks-teks ajaran agama Islam, misalnya mengajarkan agar melaksanakan salat berjama’ah. Tujuannya antara lain agar seseorang merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain. Menyatukan rasa kebersamaan di tengah-tengah masyarakat. Contoh lain yaitu dengan mengerjakan puasa misalnya agar seseorang dapat merasakan lapar yang selanjutnya menimbulkan rasa iba kepada sesamanya yang hidup serba kekurangan.
Selanjutnya, contoh peran filsafat sebagai pisau analisis yang konstruktif yakni menganalisis dan mengkritisi ajaran-ajaran Islam yang terdapat dalam suatu teks-teks al-Qur’an dan hadits. Tujuannya, untuk menemukan inti, hakikat dan makna yang terkandung di dalamnya. Ajaran agama Islam bisa kita dapatkan dalam kehidupan sehari-hari seperti permasalahan jinayah yaitu pencurian.
Dalam teks al-Qur’an terdapat pembahasan mengenai hukum pencurian dalam surat al-Maidah ayat 38.
Dalam teks- tersebut bahwa pencuri haruslah diberi hukuman potong tangan. Namun, jika kita kaji lebih dalam lagi dengan menggunakan pendekatan filsafat, maka akan tampak makna, inti, dan nilai yang terkandung dalam teks tersebut. Nilai moral yang diinginkan teks potong tangan bagi seorang pencuri adalah menghilangkan fungsi tangan. Kita kaitkan pada kehidupan kita bahwa fungsi tangan adalah untuk mencari dan menghasilkan nafkah. Jika dengan potonga tangan seseorang tidak dapat bekerja dan menghasilakn nafkah, maka sama hal nya ketika kita mengganti hukuman potong tangan dengan penjara.
Metodelogi ini dikatakan sebagai qiyas yakni penyamaan suatu hukum akibat dari adanya ‘ilat yang sama. Metodologi ini dilakukan dengan langkah-langkah pemikiran filsafat, di mana akal pikiran merupakan cara untuk menemukan hukum yang belum ada dalam al-Qur’an atau hadist nabi Muhammad saw.
III.    KESIMPULAN
Pendekatan filosofis adalah cara pandang atau paradigma yang bertujuan untuk menjelaskan inti, hakikat, atau hikmah mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya. Jika obyek formanya berupa ajaran-ajaran agama Islam, maka pendekatan filosofis digunakan untuk menganalisis dan mengkritisi ajaran-ajaran yang merupakan interprestasi terhadap teks-teks al-Qur’an dan hadist.
Sedangkan mengenai karakteristik pendekatan filosofis di mana agama Islam menjadi obyeknya, yaitu pertama berfikir logis dan sistematis yang didasari oleh argumentasi yang kuat. Kedua, metafisika terkait dengan hal yang paling dasar, pertanyaan-pertanyaan fundamental tentang kehidupan, eksistensi, dan watak ada (being) itu. Ketiga, Epitemologi menitikberatkan pada apa yang dapat kita ketahui, dan bagaimana kita mengetahui. Keempat, etika berarti studi tentang “perilaku” atau studi dan penyelidikan tentang nilai-nilai yang dengannya kita hidup.
Secara garis besar terdapa dua peran filsafat terhadap agama islam yaitu sebagai pelayan agama bertugas untuk menjelaskan ajaran-ajaran agama islam tanpa mengkritisinya, serta sebagai pisau analisis untuk mengkritisi setiap ajaran-ajaran keislaman yang hidup ditengah-tengah masyarakat akibat dari adanya hasil interprestasi teks-teks al-Qur’an dan hadist.
DAFTAR PUSTAKA
al-Syaibani, Omar Muhammad  ak-Toumy.  Falsafah Pendidikan Islam (terj.) Hasan Langgulung dari judul asli Filsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah. Cet I. 1979. Jakarta: Bulan Bintang.
Anshori, Endang Saifuddin. Kuliah Islam; Pendidikan Islam di Perguruan Tinggi. 1980. Bandung: Pustaka Sleman ITB.
Gazalba, Sidi. Sistematika Filsafat Jilid I. Cet II. 1967. Jakarta: Bulan Bintang.
Hanafi, Ahmad. Pengantar Fisafat Islam. 1990. Jakarta: Bulan Bintang.
J.S. Poewardaminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet XII. 1991. Jakarta: Balai Pustaka.
Louis O Kattasof. Pengantar Filsafat (terj.). Soejono Soemargono dari judul asli Element of Philosophy. Cet IV. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Nasution, Harun. Falsafat Agama. 1973.Jakarta: Bulan Bintang.
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. 2009. Jakarta: Rajawali Press.




[1] Endang Saifuddin Anshori. Kuliah Islam; Pendidikan Islam di Perguruan Tinggi. 1980. Bandung: Pustaka Sleman ITB. Hal: 13.
[2] Ahmad Hanafi. Pengantar Fisafat Islam. 1990. Jakarta: bulan Bintang. Hal: 3
[3] J.S. Poewardaminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet XII. 1991. Jakarta/; Balai Pustaka. Hlm:280.
[4] Louis O Kattasof. Pengantar Filsafat (terj.). Soejono Soemargono dari judul asli Element of Philosophy. Cet IV. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya. Hlm: 6
[5] Harun Nasution. Falsafat Agama. 1973.Jakarta: Bulan Bintang. Hal: 3
[6] Sidi Gazalba. Sistematika Filsafat. Jilid I. Cet II. 1967. Jakarta: Bulan BIntang. Hlm: 15
[7] Omar Muhammad  ak-Toumy al-Syaibani.  Falsafah Pendidikan Islam (terj.) Hasan Langgulung dari judul asli Filsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah. Cet I. 1979. Jakarta: Bulan Bintang. Hlm: 25.
[8] Abuddin Nata. Metodologi Studi Islam. 2009. Jakarta: Rajawali Press. Hlm: 43-45.
[9] Juhaya, S. Praja. Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam. 2002. Jakarta: Teraju. Hlm: 44
[10] Jhon Hick.  
[11] Suseno Franz Magnis. Harun Nasution dan SUmbangan Filsafat di Indonesia. Edt. Abdul Halim. 2011. Jakarta: Ciputat Press. Hlm: 134-135
[12] Ibid,.. hlm: 135
[13] Ibid,.. hlm: 135-136
[14] Ibid,.. hlm: 136-137

No comments:

Post a Comment